Renungan Sabtu, 4 Oktober 2014

Renungan Sabtu, 4 Oktober 2014, Hari Biasa, Pekan Biasa XXVI

Pw. St. Fransiskus dr Assisi

Bacaan I : Ayb. 42:1-3,5-6,12-16

Ayub mencabut perkataannya dan menyesalkan diri
42:1 Maka jawab Ayub kepada TUHAN: 42:2 “Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal. 42:3 Firman-Mu: Siapakah dia yang menyelubungi keputusan tanpa pengetahuan? Itulah sebabnya, tanpa pengertian aku telah bercerita tentang hal-hal yang sangat ajaib bagiku dan yang tidak kuketahui.
42:5 Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. 42:6 Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu.”
Keadaan Ayub dipulihkan
42:12 TUHAN memberkati Ayub dalam hidupnya yang selanjutnya lebih dari pada dalam hidupnya yang dahulu; ia mendapat empat belas ribu ekor kambing domba, dan enam ribu unta, seribu pasang lembu, dan seribu ekor keledai betina. 42:13 Ia juga mendapat tujuh orang anak laki-laki dan tiga orang anak perempuan; 42:14 dan anak perempuan yang pertama diberinya nama Yemima, yang kedua Kezia dan yang ketiga Kerenhapukh. 42:15 Di seluruh negeri tidak terdapat perempuan yang secantik anak-anak Ayub, dan mereka diberi ayahnya milik pusaka di tengah-tengah saudara-saudaranya laki-laki. 42:16 Sesudah itu Ayub masih hidup seratus empat puluh tahun lamanya; ia melihat anak-anaknya dan cucu-cucunya sampai keturunan yang keempat.

Mzm 119:66,71,75,91,125,130

Bacaan Injil : Luk 10:17-24

Kembalinya ketujuh puluh murid
10:17 Kemudian ketujuh puluh murid itu kembali dengan gembira dan berkata: “Tuhan, juga setan-setan takluk kepada kami demi nama-Mu.” 10:18 Lalu kata Yesus kepada mereka: “Aku melihat Iblis jatuh seperti kilat dari langit. 10:19 Sesungguhnya Aku telah memberikan kuasa kepada kamu untuk menginjak ular dan kalajengking dan kuasa untuk menahan kekuatan musuh, sehingga tidak ada yang akan membahayakan kamu. 10:20 Namun demikian janganlah bersukacita karena roh-roh itu takluk kepadamu, tetapi bersukacitalah karena namamu ada terdaftar di sorga.”
Ucapan syukur dan bahagia
10:21 Pada waktu itu juga bergembiralah Yesus dalam Roh Kudus dan berkata: “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu. 10:22 Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak ada seorangpun yang tahu siapakah Anak selain Bapa, dan siapakah Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakan hal itu.” 10:23 Sesudah itu berpalinglah Yesus kepada murid-murid-Nya tersendiri dan berkata: “Berbahagialah mata yang melihat apa yang kamu lihat. 10:24 Karena Aku berkata kepada kamu: Banyak nabi dan raja ingin melihat apa yang kamu lihat, tetapi tidak melihatnya, dan ingin mendengar apa yang kamu dengar, tetapi tidak mendengarnya.”

Renungan :

Habis derita muncul sukacita

Ayub mengakhiri pergumulan hidupnya dengan merefleksikan hidupnya dalam terang jawaban Allah. Titik balik kehidupan Ayub dimulai dari pengakuannya bahwa Allah sanggup melakukan segala sesuatu sesuai dengan rencana-Nya (ayat 1). Kemudian, Ayub pun mencabut semua gugatannya terhadap Allah dengan kesadaran yang penuh penyesalan (ayat 6).

Ayub juga sadar bahwa selama ini ia hanya mendengar kata orang tentang Allah (ayat 5a). Selama ini Ayub memahami Allah melalui tradisi. Justru melalui pergumulan penderitaan, Ayub secara langsung berjumpa dengan Allah (ayat 5b). Ayub mengetahui bahwa Ia juga turut serta di dalam penderitaannya. Pengalaman inilah yang mengubah pandangan Ayub atas kehidupannya dan terhadap Allah. Setelah berdamai dengan Allah dengan mencabut gugatan serta mengakui kedaulatan Allah, Ayub pun berdamai dengan ketiga temannya. Ayub mengampuni kesalahan mereka, mendoakan, serta mempersembahkan kurban bakaran kepada Allah demi mereka (ayat 9b-10a). Tuhan memulihkan Ayub dan keadaannya bukan hanya kembali seperti dahulu melainkan berlimpah-limpah (ayat 10b-17).

Allah tidak menjawab pertanyaan “mengapa Ayub menderita.” Ayub pun tidak mempermasalahkan lagi hal tersebut. Bagi Ayub, mengenal dan mengetahui Allah berdaulat dan peduli sudah cukup untuk menerima dan menjalani penderitaan itu. Kita, yang mengikuti drama Ayub sejak permulaan (pasal 1-2), mengetahui bahwa penderitaan Ayub adalah batu uji imannya. Saat Ayub menang, ia tetap tinggal saleh. Ujian selesai, ia dipulihkan. Ujian iman terhadap kita berpola yang sama. Saat kita mengakui kedaulatan Allah atas hidup kita, saat itu penderitaan tidak lagi relevan. Itulah saat pemulihan terjadi, yang terutama pemulihan dengan Allah, kemudian dengan diri sendiri, dan akhirnya dengan sesama.

Injil Hari ini Sukacita sejati
Sukacita bisa muncul karena berbagai sebab. Ada sukacita yang muncul sebab berhasil menyelesaikan dengan baik tugas yang telah dipercayakan. Ada juga yang menyertai sukacita itu dengan rasa bangga yang tidak tepat.

Para murid telah menyelesaikan misi yang dipercayakan pada mereka (17). Mereka mengalami euforia (perasaan gembira yang berlebihan) karena menurut mereka hasilnya luar biasa! Mereka dapat mengalahkan setan-setan! Padahal sebelumnya murid-murid lain gagal melakukannya (Luk. 9:37-43a). Itu artinya mereka memiliki otoritas yang lebih besar di dalam nama Tuhan Yesus, dan mereka bersukacita karena hal itu! Tetapi menurut Yesus, sukacita mereka tidak pada tempatnya. Melayani Allah memang merupakan hak istimewa dan memiliki kuasa Allah untuk mengusir Iblis dapat dianggap sebagai keajaiban. Yesus memang melihat bahwa apa yang telah mereka lakukan merupakan kekalahan Iblis (18) dan digenapinya janji mesianis, yakni kemenangan Kristus atas kuasa kegelapan. Namun alasan terbesar untuk bersukacita seharusnya adalah karena mereka memiliki hidup yang kekal! Yang utama bukan bersukacita karena telah mampu mengusir Iblis, tetapi lebih baik bersukacita karena telah memiliki keselamatan. Sebab sukacita orang percaya bukan terutama terletak pada kehancuran Iblis tetapi pada fakta bahwa orang percaya telah menjadi milik Allah dan nama mereka telah tercatat di surga (20).

Ini jugalah yang menjadi sukacita Yesus, yakni bahwa Allah menyatakan diri dan karya-Nya kepada para murid. Itu sebabnya para murid harus bersukacita karena banyak orang di masa silam yang ingin mengalami karya keselamatan Allah seperti yang telah dialami murid-murid namun mereka tidak memiliki kesempatan itu.

Syukuri: Bagi kita yang hidup di zaman ini pun dapat mengalami sukacita keselamatan seperti yang Yesus katakan, yaitu bagi kita yang percaya bahwa Tuhan Yesus adalah Juruselamat.

DOA: Bapa surgawi, oleh kuasa Roh Kudus penuhilah diriku dengan cintakasih-Mu agar dengan demikian aku dapat mengasihi orang-orang lain seperti Yesus mengasihi mereka. Berikanlah kepadaku hasrat-Mu bahwa orang-orang lain akan mengenal Engkau. Gunakanlah aku untuk membuat diri-Mu dikenal oleh mereka. Tariklah orang-orang ke dalam Kerajaan-Mu. Amin.

Yesus-bicara-dengan-Muridnya

Tinggalkan komentar